- Title : Sisi Lain Saat Mendaki Gunung Cikurai
- Author :
- Category: Travel Story
-
Rating : 100% based on 10 ratings. 5 user reviews.
Item Reviewed: Sisi Lain Saat Mendaki Gunung Cikurai
9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Sampai di tempat pak RT setempat, kami beristirahat. Rencananya kami akan naik ke Cikurai pukul tujuh pagi. Setelah solat subuh, kami masih memiliki waktu untuk mempersiapkan barang - barang maupun beristirahat hingga pukul tujuh tiba. Kali itu, saya bersama delapan teman lainnya yang akan naik bersama. Setelah semua perlengkapan sudah dipersiapakan, tas keril yang sudah di tata dengan sedemikian rupa. Kami memang sudah berbagi tugas membawa barang - barang yang dibutuhkan untuk pendakian nanti. Pukul tujuh pagi telah tiba, kamipun bersama-sama berdoa sejenak sebelum melakukan perjalanan.
Untuk jalur yang akan kami lewati saat itu, adalah jalur Bayombong.
Jalur tersebut memang masih jarang dilintasi pendaki di bandingkan Menara. Namun, pak Yudi menyarankan kami untuk melewati jalur Bayombong saja. Untuk mencapai Pos satu, kami akan melewati perkebunan milik warga sekitar. Dengan pemandangan di seberang jauh sana, gunung Papandayan. Di pos satu itu, akan kita temukan sumber mata air yang dapat kita minum dan bisa diambil untuk bekal saat perjalanan. Karena hanya di pos satu, sumber air berada. Para pendaki yang sampai pos satu, sudah menyediakan wadah air yang akan dibawa saat pendakian nantinya. Dan yang menariknya lagi, di pos satu juga tersedia warung ibu RT yang menjual gorengan. Kami pun cukup lama berhenti di pos satu. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Jalur yang kami lalui terus menanjak, dengan medan tanah merah yang licin jika terkena air hujan. Oia, yang menarik, saat itu kami membawa anak kecil berumur sembilan tahun. Dia memang selalu ikut, ketika kakak-kakaknya naik gunung. Anak itu juga sudah naik gunung sampai Rinjani loh. Wah, saya belum ada apa - apanya dibandingkan dia yang sudah mendaki ke berbagai gunung di Indonesia.
Sepanjang perjalanan, kami sempat mengabadikan moment maupun candaan yang masih dalam batas wajar tentunya.
Tapi cuaca rasanya tidak begitu mendukung. Perjalanan kami saat itu terhenti, karena hujan pun turun di pos dua. Disana, kami cukup lama berteduh. Sempat memasang tenda yang kami bawa. Hingga akhirnya, hujan pun reda. Kami lanjutkan perjalanan. Kami semua mempersiapkan jas hujan yang akan kami pakai untuk bejaga-jaga saat hujan kembali turun. Kami langsung melanjutkan perjalanan menuju pos tiga. Jalur yang di lalui makin lama makin mendaki saja . Untuk bonus hanya bisa di hitung di beberapa tempat . Di perjalanan menuju pos tiga, kami sempat bertemu dengan anak-anak yang mencari burung kutilang atau sejenisnya. Mereka memanjat pohon-pohon dimana tempat burung - burung tersebut bersarang. Dan kesempatan kala itu tidak saya sia-siakan untuk ngobrol sebentar dengan mereka. Ternyata, mereka tinggal di daerah pos dua dan mereka memang sudah terbiasa melakukan aktifitas tersebut setiap hari seusai sekolah. Itulah yang menjadi hiburan bagi mereka . Saat melanjutkan perjalanan, hujan kembali turun di pos tiga. Hujan turun lebih deras, dan kami memasang tenda lagi. Kami juga sempat bertemu dengan para pendaki lainnya yang melintas. Mereka ikut berteduh. Itulah asiknya naik gunung, karena di sanalah persaudaraan dan kekerabatan terjalin erat bagi sesama pendaki. Setelah hujan berhenti, kami langsung melanjutkan perjalanan. Karena hari sudah hampir sore, kami harus sampai di pos empat dengan segera , sebelum mulai gelap. Jalur yang kami lalui semakin mendaki, tanah merah yang licin menjadi kendala kami. Tak jarang kami terjatuh dan terpeleset . Tapi, sempat terbantu dengan adanya akar-akar pohon yang bisa menahan, saat kami kesusahan untuk menyeimbangkan badan. Kami berusaha mendaki untuk sampai di pos empat. Memang membutuhkan perjuangan yang sangat besar. Hari sudah pukul lima sore dan kami masih berada di kawasan pos empat. Jalur kian lama semakin tidak bersahabat. Jalur yang seperti jurang dan licin menyebabkan salah seorang rekan kami terpeleset kebawah dan badannya menggelinding ke bawah.
Jalur setelah pos empat menuju puncak sangat curam, apalagi di tambah hujan yang membuat tanah merah menjadi sangat licin. Salah satu teman kami mengalami cedera di kaki nya karena tergelincir ke bawah. Fisik kami yang sudah mulai lelah, membuat perjalanan kami semakin terhambat. Dengan jalur yang sangat licin dan hari sudah semakin gelap. Jatuh berkali - kali, rasanya kami tidak bisa melanjutkan perjalanan. Hari sudah mulai gelap dan tampaknya kami masih sangat jauh dari puncak.
Kami pun sepakat untuk memasang tenda. Medan saat itu tidak ada dataran, semuanya tanah menurun. karena tidak memungkinkan untuk memasang tenda. Jadi, kami hanya memasang terpal untuk di atap, tanpa pelindung di bagian pinggirnya. Alasnya menggunakan matras dan masing - masing hanya menggunakan sleeping bag sebagai pelindung dari dingin.
Di pukul tujuh malam, akhirnya kami berhasil mendirikan terpal. Saat itu, hujan rintik - rintik. Kami semua merasa sangat lelah dan entah kenapa saat itu kami semua serentak tidur. Tidur yang sangat nyenyak sekali. Kami bangun tiba-tiba, dengan serentak pula. Saya mengira hari itu sudah pagi, tapi ternyata jam tangan saya menunjukkan pukul 00:00 tepat. Teman -teman yang lain
beranggapan sama dengan saya, tapi kami semua salah. Lama-lama keanehan pun terjadi, kedua teman kami masih tetap tertidur, saya sempat memanggil nama nya namun tetap saja tak ada respon. Dia hanya menggeram, dan semakin membuat bulu kudu saya berdiri. Dan ternyata, ke dua teman saya itu kerasukan. Tak henti-hentinya ayat -ayat Qur'an kami bacakan, dan mereka baru
sadar sekitar pukul tiga pagi.
Pagi harinya, kami putuskan untuk turun dan tidak melanjutkan ke puncak. Kami turun sekitar pukul 11 siang dan baru tiba di pos satu, sekitar pukul lima sore. Perjalanan turun pun sangat menyita tenaga, dengan kondisi ke dua teman kami yang masih belum stabil. Sepertinya mereka hanya sadar sementara, tetapi mereka masih di rasuki. Pos satu, dan di sanalah kerasukan ke dua berlangsung. Ya, kedua teman kami lagi. Banyak yang menyaksikan, karena banyak pendaki lain juga yang berhenti di pos satu. Membutuhkan empat orang untuk mengangkat satu teman saya. Dia terus mengamuk, badannya menjadi berat sekali. Saya dan yang lainnya melanjutkan perjalanan turun menuju rumah pak RT lagi. Sementara, teman saya yang satunya, harus di pisahkan. Dan mereka tidak boleh disatukan. Satu teman saya sempat di rukiah di pos satu dan yang satunya masih di gotong menuju rumah pak RT. Malam, sekitar pukul tujuh, kami baru sampai di rumah pak RT. Semuanya berkumpul, pendaki lain pun ada disana. Semuanya menyaksikan teman-teman kami berjuang. Dan malam itu
juga, kami harus turun dan keluar dari Garut. Menurut pak RT, hanya itu yang bisa menyembuhkan teman-teman kami.
Singkat cerita, kejadian itu menjadi pelajaran terbaik untuk saya, dan mungkin untuk teman-teman semuanya yang membaca blog saya ini.
Persiapkan fisik saat akan naik dan jangan kebanyakan melamum. Untuk wanita, jika sedang haid, sebaiknya jangan ikut naik.
Atau, kalaupun ikut naik, pastikan selalu menjaga kebersihan. Tidak membuang sampah sembarangan, dan jangan berkata yang tidak sopan atau tidak berkenan saat di gunung. Sebaiknya tetap berdoa dalam hati, tetap menjaga ketenangan di sekitar gunung.
Kilas balik, singkatnya, setelah sampai di jakarta lagi, kami semua di rukiah. sekian pengalaman saya saat menapaki gunung Cikurai. Walau belum sempat sampai di puncak. Namun, menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan.
0 comments:
Post a Comment